Saya masih ingat pertama kali beli kamera analog Lomography Diana Mini yang harganya waktu itu 900 ribu di tahun 2011. Dulu saya beli kamera analog karena biaya eksplorasi kamera digital itu mahal dan rasanya tidak ramah kantong buat anak SMA yang doyan jajan.
Hal yang paling saya sukai dari motret pakai film adalah keseruannya. Kita adalah orang ketiga yang tau hasil foto jepretan kita setelah Allah dan tukang cuci foto. Itupun taunya 2 minggu kemudian. Itupun kalau ga angus/gosong. Belum lagi momen foto yang tidak bakal terulang 2 kali. Tapi, itulah seru-nya.
Ada 2 kata yang dijadikan prinsip sama anak kamera film khususnya toy camera, yaitu expected the unexpected dan perfectly imperfect. Kalau tidak tau prinsip ini dari awal, pasti bakal kecewa sama hasil-hasil dari fotografi analog, khususnya toy camera.
Biaya yang dikeluarkan untuk fotografi analog relatif lebih murah dibandingkan dengan kamera digital. Dulu, kamera film harganya 200-300 ribu, beli film 25 ribu dan cuci foto 25 ribu. Dibandingkan dengan DSLR untuk entry level saat itu harganya sekitar 5-6 jutaan.
Setelah mengetahui seluk beluk dunia fotografi film dan mengingat dulu sedikitnya yang jual peralatan fotografi film, akhirnya saya memutuskan untuk membuat toko sendiri yaitu Kakikuda Store. Dengan modal duit jajan nekat beli kamera dan film di Ebay dan jual di Indonesia. Waktu itu kurs USD masih 10 ribu rupiah.
Walaupun marginnya cukup menggiurkan sekitar 100-300%, tapi pada akhirnya toko tidak balik modal dan gulung tikar. Hal ini disebabkan oleh tingkat kelangkaan produk yang saya jual, lebih menggoda untuk digunakan secara pribadi daripada dijual.
Emang dagang itu perlu istikomah. Istikomah untuk tidak menggunakan barang dagangan.
---
Itu dulu.. Sekarang, karena fotografi film lagi naik daun. Apalagi dipopulerkan sama Tompi yang baru-baru ini jadi fotografer keluarga presiden. Harga film yang dulunya sekitar 10-50 ribu, meningkat menjadi 60-250 ribu. Harga cuci film 25 ribu menjadi 45 ribu belum ongkos kirim. Harga kameranya juga makin selangit.
Hal ini sebenarnya udah saya rasakan di Tahun 2015 dimana harga-harga peralatan film ini makin naik hingga sampai ditahap saya ngga mampu beli lagi. Kodak bangkrut (walaupun sekarang bangkit lagi). Fuji discontinue beberapa produk film-nya. Teman-teman udah pensiun duluan. Komunitas-komunitas fotografi film udah mulai tanpa anggota. Tempat cuci foto langganan tutup. Tanda-tanda terakhir, banyak yang jual kamera. Dan akhirnya saya memutuskan, untuk menjual kamera kesayangan, Minolta Autocord.
Ketika hobi yang dulu buat kita fun, berubah menjadi not fun. Disaat itulah kita harus berhenti melakukan hobi tersebut.
---
Tapi saya masih menyimpan beberapa kamera film yang collectible seperti Lomography Fish Eye Rob Ryan Edition, Yashica FX-3 Super dari mertua, dan beberapa kamera serta film lainnya. Lumayan kan buat properti foto anak nanti. Hahaha. Belum kalau barang antik, harga resell nya bisa lebih tinggi.
Walaupun pensiun motret pakai film, saya tetap motret pakai sensor alias pakai Nikon D90 yang sudah menemani saya sejak Tahun 2009. Cuma berubah style aja, yang dulunya doyan street photography sekarang ke family photography. Saya pikir, menghabiskan waktu bersama keluarga sepertinya jadi hobi baru saya. It's really fun!
Terakhir, jangan sampai hobi membuat kita lalai.
Sekian, terima hibah Leica M9.